Alhamdulillah nggak punya motor - Cerita Kanjeng

ALHAMDULILLAH NGGAK PUNYA MOTOR

Serial konten "Syukur Tanpa Libur"
...

"Kang Bejo, keponakan sampeyan itu mbok dituturi supaya hati-hati."

"Keponakanku yang mana, San?"

"Itu, si Partini."

"Partini sembrono dalam hal apa?"

"Sejak punya motor baru 2 minggu ini sudah berkali-kali saya lihat dia ngebut di jalan, ugal-ugalan."

"Terus kecelakaan?"

"Ya nggak. Tapi itu kan kebiasaan buruk yang berbahaya, Kang. Jangan mentang-mentang motornya bagus. Kalau jatuh kan benjut juga dia."

"Ya sudah. Ra sah dituturi. Ben benjut wae. Nek wis benjut lagi dituturi."

"Hlo?! Sampeyan itu gimana? Mau menasihati keponakan kok dadak nunggu biar orangnya celaka dulu?"

"Soale nek dituturi saiki mesthi ora nggugu."

"Tapi dia itu cah wedok hlo, Kang. Masih gadis. Jane sekolahe pinter juga. Kok tabiatnya begitu ya?"

"Maksudmu piye? Cah wedok ora entuk ngebut, nek cah lanang bebas? Ngono?"

"Ya nggak gitu, Kang?"

"Terus piye? Nek prawan ora entuk bedhigasan tapi kalau janda boleh biyayakan?"

"Juga bukan begitu, Kang."

"Terus piye genahe? Nek cah pinter ora patut ngebut tapi nek cah bodho malah kudu ngebut ben ndang mati tabrakan? Begitu?"

"Kok malah pikiran Kang Bejo klambrangan ke mana-mana? Bukan itu maksudku, Kang."

"Terus piye? Aku harus bilang apa nanti pas nuturi Partini?"

"Ya kan tinggal bilang supaya dia nggak ugal-ugalan ngebut di jalan karena itu membahayakan keselamatan. Sudah. Cukup begitu saja."

"Kamu itu kleru nyawang, San. Kamu salah lihat. Kamu salah paham."

"Salah pahamku di hal apa, Kang?"

"Ya di hal ngebutnya Partini itu."

"Lalu yang benar gimana?"

"Yang benar: Partini itu tidak sedang ugal-ugalan. Dia itu sedang latihan."

"Latihan? Dia latihan apa?"

"Latihan menyelamatkan diri."

"Kok aku malah bingung ya..."

"Jelas kamu bingung. Sebabnya kamu sedang suudzon karo Partini. Kudune kowe husnudzon. Berbaiksangka."

"Carane piye?"

"Carane ya melihat kenyataan yang sejati."

"Nah, ngebutnya Partini itu sejatinya untuk apa?"

"Ngene hlo, San. Takjelaske ben kowe mudheng."

"Iya, Kang."

"Partini kuwi tuku montor kreditan. Ora cash. Mulane saiki numpake banter. Kuwi ngono lagi latihan melarikan diri, menyelamatkan diri dari kejaran debt collector. Mudheng?"

"Hehe..., wong edan. Kang Bejo kok bisa-bisanya ngarang cerita konyol seperti itu?"

"Iki dudu crita karangan, San. Iki tenanan. Nek tukune montor cash wis ora butuh latihan ngebut. Nek tukune kredit ya memang butuh latihan ngebut. Kalau ternyata pas latihan terus kecelakaan itu sudah lain soal. Jadi kamu nggak boleh nyalahke Partini. Nek kowe memaksakan niatmu untuk mengingatkan Partini justru nanti banyak orang yang akan menuduh kamu itu cuma iri. Sebabe kowe ora gableg montor."

"Iya, iya, iya..., benar juga itu, Kang."

"Harus bersyukur, San. Karena kamu nggak punya montor jadi nggak perlu latihan menyelamatkan diri dari kejaran debt collector."

"Iya juga ya, Kang. Hehehe.... Alhamdulillah...."ALHAMDULILLAH NGGAK PUNYA MOTOR

"Kang Bejo, keponakan sampeyan itu mbok dituturi supaya hati-hati."

"Keponakanku yang mana, San?"

"Itu, si Partini."

"Partini sembrono dalam hal apa?"

"Sejak punya motor baru 2 minggu ini sudah berkali-kali saya lihat dia ngebut di jalan, ugal-ugalan."

"Terus kecelakaan?"

"Ya nggak. Tapi itu kan kebiasaan buruk yang berbahaya, Kang. Jangan mentang-mentang motornya bagus. Kalau jatuh kan benjut juga dia."

"Ya sudah. Ra sah dituturi. Ben benjut wae. Nek wis benjut lagi dituturi."

"Hlo?! Sampeyan itu gimana? Mau menasihati keponakan kok dadak nunggu biar orangnya celaka dulu?"

"Soale nek dituturi saiki mesthi ora nggugu."

"Tapi dia itu cah wedok hlo, Kang. Masih gadis. Jane sekolahe pinter juga. Kok tabiatnya begitu ya?"

"Maksudmu piye? Cah wedok ora entuk ngebut, nek cah lanang bebas? Ngono?"

"Ya nggak gitu, Kang?"

"Terus piye? Nek prawan ora entuk bedhigasan tapi kalau janda boleh biyayakan?"

"Juga bukan begitu, Kang."

"Terus piye genahe? Nek cah pinter ora patut ngebut tapi nek cah bodho malah kudu ngebut ben ndang mati tabrakan? Begitu?"

"Kok malah pikiran Kang Bejo klambrangan ke mana-mana? Bukan itu maksudku, Kang."

"Terus piye? Aku harus bilang apa nanti pas nuturi Partini?"

"Ya kan tinggal bilang supaya dia nggak ugal-ugalan ngebut di jalan karena itu membahayakan keselamatan. Sudah. Cukup begitu saja."

"Kamu itu kleru nyawang, San. Kamu salah lihat. Kamu salah paham."

"Salah pahamku di hal apa, Kang?"

"Ya di hal ngebutnya Partini itu."

"Lalu yang benar gimana?"

"Yang benar: Partini itu tidak sedang ugal-ugalan. Dia itu sedang latihan."

"Latihan? Dia latihan apa?"

"Latihan menyelamatkan diri."

"Kok aku malah bingung ya..."

"Jelas kamu bingung. Sebabnya kamu sedang suudzon karo Partini. Kudune kowe husnudzon. Berbaiksangka."

"Carane piye?"

"Carane ya melihat kenyataan yang sejati."

"Nah, ngebutnya Partini itu sejatinya untuk apa?"

"Ngene hlo, San. Takjelaske ben kowe mudheng."

"Iya, Kang."

"Partini kuwi tuku montor kreditan. Ora cash. Mulane saiki numpake banter. Kuwi ngono lagi latihan melarikan diri, menyelamatkan diri dari kejaran debt collector. Mudheng?"

"Hehe..., wong edan. Kang Bejo kok bisa-bisanya ngarang cerita konyol seperti itu?"

"Iki dudu crita karangan, San. Iki tenanan. Nek tukune montor cash wis ora butuh latihan ngebut. Nek tukune kredit ya memang butuh latihan ngebut. Kalau ternyata pas latihan terus kecelakaan itu sudah lain soal. Jadi kamu nggak boleh nyalahke Partini. Nek kowe memaksakan niatmu untuk mengingatkan Partini justru nanti banyak orang yang akan menuduh kamu itu cuma iri. Sebabe kowe ora gableg montor."

"Iya, iya, iya..., benar juga itu, Kang."

"Harus bersyukur, San. Karena kamu nggak punya montor jadi nggak perlu latihan menyelamatkan diri dari kejaran debt collector."

"Iya juga ya, Kang. Hehehe.... Alhamdulillah...."
Baca juga:
Official Store
Contact
0812-2728-1565
+6281227281565
admin@sarungkanjeng.com
Pekalongan, Indonesia
Social Media
Sarung Kanjeng Indonesia - 2023